Contoh Cerpen tentang Cinta, Cemburu Rindu

Karya yang satu ini adalah sebuah cerita yang menggambarkan rasa cemburu di hati seorang wanita. Tentu saja ini adalah cerpen tentang cinta, cemburu memang seringkali hadir ditengah hubungan kasih sayang dua insan. Bahkan kadang kala rasa cemburu dapat dengan mudah menghancurkan perasaan yang ada di hati.

Di cerpen ini anda akan mendapatkan sebuah alur yang berbeda yang dikemas secara sederhana sehingga terasa begitu nyata. 

Apalagi penulis menggunakan bahasa sehari-hari yang cukup mudah dipahami. Dari sisi plot memang tidak kompleks namun ketegangan bisa anda rasakan ketika membaca cerpen berjudul “cemburu rindu” tersebut.

Alminem – dikisahkan dalam cerpen ini – memiliki seorang kekasih yang tidak peka dengan perasaannya. 

Di malam minggu saat Alminem sangat menantikan kehadiran kekasih ternyata sang kekasih tidak datang. 

Tentu saja ia merasa marah, esok harinya bukan mendapatkan ucapan permintaan maaf atas janjinya yang ingkar, sang kekasih justru datang bersama wanita lain.

Dalam keadaan emosi tentu saja Alminem akhirnya terbakar cemburu, ia tidak bisa menyembunyika rasa kecewa yang ada di hati. Ia pun marah, tapi sang kekasih justru tak menghiraukannya. 

Seperti apa kisah sebenarnya, apakah akhirnya Alminem bisa bahagia dengan kekasihnya, simak cerpen tersebut di bawah ini.

Cemburu Rindu
Cerpen tema Cinta Oleh Irma

Sudah satu jam lebih, Alminem duduk diam menekuk muka. Sementara tangan kirinya memegang ponsel, tangan kanannya sibuk mengetuk-ngetuk meja, terlihat jelas bahwa ia sangat gelisah.

Ini adalah malam minggu dimana setiap pasang kekasih menghabiskan sore untuk berdua, tapi tidak dengan Alminem. 

Farjan sang kekasih yang dari tadi ia tunggu tak juga menampakkan batang hidungnya. Tepat jam sembilan malam, ia pun beranjak mengunci pintu rumah, masuk ke dalam kamar.

Ia membanting daun pintu kamarnya, menekan tombol off pada ponselnya dan menjatuhkan dirinya di pembaringan, “ini sudah sekian kalinya kamu ingkar janji, kamu kejam!”, ucapnya sambil memukul bantal yang di pegangnya sekuat tenaga.

Tak terasa, air mata pun meleleh dari matanya yang bening menghanyutkan bedak yang dari tadi menempel di pipi Alminem. 

Malam ini, sekali lagi ia menangisi Farjan sang kekasih. “Kenapa kamu kejam sekali, kamu kejam!!, hati Alminem terus saja berteriak sampai terlelap.

Minggu pagi, seharusnya hari ini Alminem dan Farjan akan menghabiskan libur dengan jalan-jalan. Tapi Alminem sudah tidak ada selera lagi, ia tak ada gairah sama sekali untuk menghabiskan waktu di luar rumah.

Beranjak dari tempat tidur dengan wajah kumal, mata bengkak dan rambut yang acak-acakan, Alminem menghidupkan televisi. Beberapa menit kemudian bel berbunyi…

“Hai sayang…. Selamat pagi…”, ucap
“Pagi Alminem…”, ucap Ngaeni
“Ada apa kalian kemari pagi-pagi”, ucap Alminem kaget melihat Farjan dan Ngaeni temannya jalan berdua.
“Hei, kenapa ketus, kita kan hari ini akan jalan-jalan, kebetulan aku tadi bertemu Ngaeni dan katanya ia tidak ada acara makanya aku ajak saja dia, biar lebih seru, benar kan?”, ucap Alminem

“Iya Min, dari pada aku tidak ada kerjaan, aku ikut kalian tidak apa-apa bukan?”, ucap Ngaeni memelas.
“Ikut siapa, hari ini aku tidak kemana-mana, kalian pergi aja sendiri”, ucap Alminem sambil meninggalkan mereka berdua di depan pintu.

Awalnya Farjan mencoba untuk membujuk Alminem tetapi akhirnya ia tidak bisa berbuat banyak. Alminem sudah benar-benar kehilangan selera, apalagi ketika melihat Farjan mengajak Ngaeni segala. “Apa urusannya dengan Ngaeni, ngapain diajak-ajak, dasar dungu!”, teriak Alminem dalam hati.

Mungkin Farjan tidak sadar bahwa Alminem cemburu, mungkin juga Farjan tidak merasa bahwa Alminem sangat terluka, tidak mendengar bahwa hati Alminem sebenarnya sedang menangis. Farjan pun akhirnya meninggalkan Alminem dan pergi bersama Ngaeni.

“Sudahlah yuk, kita jalan-jalan saja….” ucap Farjan kesal.
“Tapi Far, aku tidak enak dengan Alminem”, ucap Ngaeni
“Salah dia sendiri, sudah susah-susah diajakin jalan malah marah begitu, memang aku salah apa coba?”, ucap Farjan protes.

Sebenarnya, Ngaeni mengerti apa yang sedang terjadi pada temannya Alminem. Namun, Ngaeni juga tidak bisa menampik bahwa ia nyaman dan senang jika berdua dengan Farjan.

“Farjan, mungkin Alminem marah karena aku?”, ucap Ngaeni
“Sudahlah, tidak usah dipikirkan, salah dia kok bukan salah kamu…”, ucap Farjan

Farjan benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada sang kekasih. Alminem hanya bisa mengurung diri di kamarnya menahan tangis. 

Semakin lama, kesedihan yang ia rasakan semakin membuatnya terjatuh. Dalam diam ia membayangkan bagaimana seharusnya mereka menghabiskan minggu itu berdua.

Farjan memang menjadi sosok yang begitu di sayang oleh Alminem. Farjan adalah orang pertama yang mampu mencairkan kerasnya hati Alminem. Sudah setengah tahun, dan pada akhirnya seluruh bagian hati Alminem sudah terisi dengan cinta Farjan.

Karena itulah, entah mengapa ketika Alminem melihat Farjan dan Ngaeni ia begitu merasa kecewa, hingga air mata pun tak terbendung.

Air mata, merupakan satu-satunya cara bagimana mata berbicara ketika bibir tidak mampu menjelaskan apa yang membuat Alminem terluka.

Namun sayang, Farjan tak memiliki kemampuan sedikit pun untuk mendengar apapun yang dikatakan sang air mata itu. Hingga semakin hari luka itu semakin dalam.

Suatu hari, setelah kejadian itu Farjan pun kembali menemui Alminem. Ia sadar mungkin saja ada hal yang perlu mereka berdua bicarakan. Tak lupa ia minta maaf kepada sang kekasih.
“Alminem, maafkan aku ya kalau aku salah”, ucap Farjan
“Kenapa kamu tidak meninggalkan aku sekalian sih…” ucap Alminem kesal.

Mendapatkan jawaban ketus, Farjan pun sedikit emosi. Ia pun menjawab dengan nada yang sedikit meninggi.
“Kenapa tidak kamu saja yang pergi meninggalkanku, aku datang baik-baik bukan disambut hangat malah begitu”, ucapnya kesal.
“Ada seribu hal yang bisa membuatku berpikir untuk meninggalkanmu, tapi ada satu kata yang membuatku tetap disini, aku cinta kamu”, ucap Alminem

“Sudahlah, bosan aku melihat kamu seperti ini, susah dimengerti!”, tiba-tiba Farjan berdiri dan meninggalkan Alminem.

Alminem tidak tahu, ia tidak menyangka Farjan berbuat seperti itu. “Kenapa jadi aku yang salah, kamu benar-benar egois!”, ia lari ke kamar. 

“Tidakkah kamu tahu, ketakutan terbesar dalam hidupku bukan kehilanganmu, tapi melihat dirimu kehilangan kebahagiaanmu. Jika memang kamu lebih nyaman dengan Ngaeni, baiklah aku akan mengalah”, ucap Alminem sendiri.

Hari itu, akhirnya hati Alminem benar-benar hancur. Ia tak dapat lagi menahan kesal dan amarah. Ia pun menyerah, “meneriakkan namamu di deras hujan, memandangmu dari kejauhan, dan berdoa di hening malam. Cinta dalam diam ini lah yang mampu kupertahankan, maafkan aku harus pergi”, ucapnya lirih.

--- Tamat ---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top