Contoh Cerpen tentang Pulang Kampung: Cerpen, Kampung Halaman dan Isinya yang Aku Rindukan - kita kembali hadir dengan sebuah cerita menarik dari anak rantau. Cerita berikut ini berhubungan dengan perasaan rindu yang dimiliki seseorang yang hidup di daerah orang selama bertahun-tahun. Mungkin, untuk anda semua, kisah ini bisa sedikit mengobati rasa rindu akan kampung halaman. Silahkan disimak.
Enam tahun sudah aku di wilayah orang, yang di sini awalnya tidak ada satupun orang yang aku kenal. Bahkan tadinya tempat ini menjadi tempat yang sangat asing bagiku. Di sini tidak sedikit kehidupan yang mirip dengan yang ada di desaku. Orangnya, tempatnya semua terasa sangat asing bagiku.
Tetapi sekarang tempat ini sudah aku anggap menjadi rumah kedua bagiku, akupun di sini sudah mempunyai banyak teman yang sudah aku anggap saudaraku sendiri. Tetapi meski demikian rasa rindu terhadap kampung kelahiran tetap masih ada, karena di sanalah tempatku pertama kali mengenal dunia.
Tempat itu sangat indah, jauh dari keramaian kota, serta sangat nyaman untuk menjadi tempat tinggal. Di sana juga sudah banyak terbangun destinasi pariwisata yang tidak jarang selalu dikunjungi para turis manca negara.
"Aku mempunyai keinginan untuk pulang kampung minggu depan" ucapku kepada Asman yang sedang duduk di depanku.
"Kenapa kau pulang" tanya Asman begitu penasaran dengan niatku pulang ke kampung halaman.
"Aku begitu merindukan kampung halaman, sudah enam tahun lebih aku tidak melihatnya, mungkin ini juga menjadi pertemuan yang terakhir kita di sini, karena aku akan mengabdikan semua ilmuku di desa" ucapku kepada Asman.
"Lalu aku bagaimana, dan teman-temanmu yang sudah kau anggap sebagai saudara bagaiman, apakah kau akan meninggalkan mereka begitu saja" Ucap Asman mulai berbicara dengan nada yang sangat serius.
"Ya mungkin bila ada waktu aku akan selalu berkunjung ke sini, untuk bertemu dengan kalian semua yang ada di sini" ucapku kepada Asman.
Aku berdiri dari tempat dudukku yang sudah tidak layak lagi dijadikan tempat duduk, kemudian berjalan ke bagian depan pondok, yang di sana teman-temanku sedang berkumpul dan mengobrol.
"Hei kawan-kawan semua, saya mau meminta izin kepada kalian semua yang ada di sini bahwa sebentar lagi saya akan pulang kampung dan tidak kembali lagi ke pondok, ya kalau ada waktu si entar saya ke sini tapi tidak bisa menuntut ilmu di pondok lagi" ucapku kepada semua teman-temanku.
"Kapan kau akan berangkat..?" ucap salah seorang temanku yang sedang duduk bergrombol.
"Mungkin minggu depan, aku meminta maaf kepada kalian semua bila selama saya di sini saya mempunyai salah dengan kalian, semoga di lain waktu keita bisa bertemu lagi dan saling bercanda tawa bersama" ucapku kepada semua temanku.
" Satu hal pesan dari kami untukmu Rian, jangan pernah lupakan kami di sini walaupun kau sudah kembali ke kehidupan lamamu" ucap salah seorang temanku.
"Iya kau tidak perlu khwatir, karena kalian semua sudah ku anggap sebagai saudara bukan hanya sebagai teman, awalnya aku menganggap tempat ini tempat yang asing, tetapi lama-lama tempat ini sudah seperti rumah kedua untukku, dan kalian semua juga sudah aku anggap sebagai saudaraku" ucapku.
Tibalah waktuku untuk pergi ke kampung halaman, sementara suasana haru juga menyelimuti kepergianku. Hingga perpisahan ini juga telah membuat saudaraku menyucurkan air mata, tetapi hatiku terus tegar untuk menerima kenyataan bahwa aku benar-benar hendak berpisah dengan mereka semua.
Hingga roda kendaraan sudah berputar dan menghilangkan sosok mereka semua saudara keduaku, cukup berat tetapi inilah hidup yang aku jalani. Aku ingin mengabdikan ilmu agamaku untuk desaku, sehingga desaku bisa terbebas dari jaman kebodohan menuju kepada kecerahan.
Sehari sudah aku berada di jalanan untuk menuju tempat tinggalku, tubuh ini merasa sedikit lelah, tetapi di sisi lain hati ini begitu bahagia karena itu artinya aku akan bertemu keluargaku, teman masa kecilku, dan orang-orang yang ada di desaku pada umumnya.
Malam menyambut perjalananku yang cukup masih begitu jauh ini, kemungkinan aku akan sampai pada pagi esok, karena ini masih separuh jalanan.
Malam menyambut perjalananku yang cukup masih begitu jauh ini, kemungkinan aku akan sampai pada pagi esok, karena ini masih separuh jalanan.
Jalanan yang meriah dengan lampu kendaraan yang saling menyorot membuat kupingku begitu lelah mendengarnya, dan kemudian melelapkan diri tidur dengan posisi duduk. Sementara pak supir terus memainkan setir kemudinya ke kanan dan ke kiri dengan setagnan dan setir di tempat.
Tibalah pagi menjelang aku bangun dari tidurku yang pajang sepanjang perjalanan yang sedang aku jalani ini. Matahari belum menampakan wajahnya dan waktu subuh belum juga habis, aku turun dari mobil untuk menunaikan ibadah sholat subuh.
Usai menjalankan sholat subuh aku kembali ke mobil, hingga tidak lama kemudian sang sopir berjalan kembali menuju kampung halamanku.
Kini kampung halamanku sudah sangat begitu dekat, tidak seperti anggapanku sebelumnya perjalanan ini sangat menyenangkan. Mungkin karena rasa bahagia hendak bertemu dengan semua orang yang ada di masa laluku hingga membuat hatiku merasa bahagia.
Tak lama kemudian sampailah aku tepat di depan rumahku, bangunannya masih seperti dahulu tidak ada banyak perubahan. Sementara rumah-rumah milik tetanggakupun masih seperti dahulu namun ada beberapa yang sudah berubah hingga membuatku merasa pangling.
"Assalamualaikum buk, yah" ucapku di depan pintu dan kemudian masuk mencari kedua orang tuaku. "Waalaikum salam nak, kau sudah pulang nak" ucap ibuku.
Aku bersalaman dengan ayah dan ibuku.
"Kau sudah begitu besar sekarang nak, aku begitu rindu denganmu" ucap ayahku dan memelukku.
"Teman-temanku semuanya di rumah tidak yah" tanyaku kepada ayahku.
"Agus sudah pergi ke Malaysia untuk bekerja, kemungkinan dua tahun lagi diahendak pulang ke Indonesia, Rifki, Joe, Rama, juga ikut dengan Agus" ucap ayahku.
"Evan kemana yah..?" ucapku kepada ayahku.
"Evan juga baru pergi ke Korea, dan dua tahun lagi baru pulang" ucap ayahku.
Tidak seperti yang ku bayangkan di desa ini aku tidak bisa menemukan teman-temanku yang sudah lama sekali ku temui.
Tetapi sesampainya aku di desa ini mereka semua sudah pergi mencari kehidupan yang baru. Inilah tantangan bagiku menjalani hidup yang sangat sepi melihat teman-teman setiaku sudah tidak ku lihat di desa ini.
Tetapi sesampainya aku di desa ini mereka semua sudah pergi mencari kehidupan yang baru. Inilah tantangan bagiku menjalani hidup yang sangat sepi melihat teman-teman setiaku sudah tidak ku lihat di desa ini.
Bisakah aku bertahan di desa ini, hatiku berkata aku bisa, karena walaupun di desa ini sudah tidak ada lagi temanku, tetapi aku masih mempunyai keluarga yang lebih sekedar dari pada teman.
Merekalah orang tuaku yang telah merawatku sejak kecil, mendidiku hingga sampailah aku kepada aku yang sekarang. Jasa mereka sangat besar.
Selama hanyatku aku tidak akan sanggup untuk membalas semua jasa-jasa mereka. Merekalah manusia yang begitu mulia bagiku, karena mereka adalah pahlawan-pahlawanku yang akan selalu hidup dalam hati dan sanubariku.
Selama hanyatku aku tidak akan sanggup untuk membalas semua jasa-jasa mereka. Merekalah manusia yang begitu mulia bagiku, karena mereka adalah pahlawan-pahlawanku yang akan selalu hidup dalam hati dan sanubariku.
Aku berjalan menuju kamarku, nampak berdebu karena sudah betahun-tahun tidak ada yang menempati. Aku mulai mencari sapu untuk membersihkan debu yang ada di kamarku. Selain itu aku juga membersihkan semua sarang laba-laba yang banyak menempel di langit-langit rumah.(Arif Purwanto)