12 Teror Mengerikan yang Bisa Dialami Penyidik KPK Seperti Novel Baswedan

Mencuatnya kasus tentang penyiraman Novel Baswedan yang merupakan penyidik KPK, menggunakan air keras menjadikan salah satu daftar dari resiko besar menjadi seorang penyidik KPK dalam rangka memerangi korupsi.


Ada 12 ancaman yang kami kutip dari sebuah sumber Suara.com, yang sudah pasti dialami oleh para penyidik KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

Adapun cara yang paling utama adalah cara berupa rayuan secara halus, seperti rayuan dengan mengiming-imingi hadiah atau pun kenaikan pangkat dan sebagainya.

Hal ini selalu dialami oleh para penyidik sebagai upaya yang sangat mendasar yang dilakukan para pelaku korupsi dalam meluluhkan para penyidik KPK.

Cara yang kedua adalah dengan cara kriminalisasi, hal menjadi cara kedua para pelaku korupsi untuk menghentikan langkah penyidik KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

Adapun ancaman yang ketiga adalah berupa teror psikis, seperti teror melalui sebuah BBM, whatshap, dan juga media sosial, serta teror melalui alat komunikasi lain yang tujuannya untuk menyurutkan niat dari penyidik untuk mengungkap kasus korupsi.

Yang keempat adalah berupa teror fisik yang bisa berupa di tabrak dengan kendaraan atau pun di siram air keras seperti yang dialami oleh Novel Baswedan.

Yang kelima adalah berupa ancaman untuk keluarga penyidik, yang bisa menggunakan berbagai cara yang tujuannya adalah untuk menyurutkan upaya dari penyidik.

Yang selanjutny adalah ataupu yang keenam yaitu sebuah ancaman pembunuhan yang diberikan kepada penyidik.

Sedangkan yang ketujuh berupa fitnah, kedelapan berupa ancaman metafisik, yang bisa menggunakan santet, guna-guna dan lainnya.

Yang kedelapan adalah ancaman indisipliner, yang kesembilan ancaman bom, dan yang kesepuluh adalah Penarikan dan pemulangan penyidik ke instansi asal.

Meski banyak sekali ancaman yang sudah pasti menanti para penyidik KPK dalam melakukan tugasnya, Eerson mengungkapkan penyidik KPK tidak boleh gentar untuk terus melakukan pengusutan kasus korupsi. (Arif Purwanto)

Back To Top