Calam cerpen kali ini anda akan mendapatkan ide yang cukup
bagus untuk mengatasi masalah sulitnya mencari kerja. Cerpen ini menggambarkan
kehidupan nyata dimana memang sekarang cukup sulit untuk mendapatkan pekerjaan
dengan hasil yang lumayan. Apakah jalan cerita cerpen kehidupan nyata tersebut cukup bagus?
Dikisahkan ada satu keluarga yang hidup miskin, sang ayah
harus bekerja di luar kota sementara istri dan anaknya di rumah. untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari sang istri bekerja di rumah sementara sang anak
tetap sekolah dan rajin membantu ibunya di rumah.
Hidup yag sulit bisa berubah bahkan dari hal yang sangat
sederhana sekali. Kuncinya adalah kesabaran dan ketekunan dalam mengerjakan
semua hal termasuk hal sekecil apapun.
Dalam cerpen berjudul “sulitnya mencari kerja” berikut ini satu keluarga miskin akhirnya tertolong dari jerih payah yang tak seberapa.
Dalam cerpen berjudul “sulitnya mencari kerja” berikut ini satu keluarga miskin akhirnya tertolong dari jerih payah yang tak seberapa.
Berawal dari tabungan hasil pemberian suami yang bekerja di
luar kota, sang istri di rumah mengajarkan anaknya untuk bekerja dengan
membelikan seekor kambing domba.
Dari satu ekor kambing itulah nasib mereka berubah dan menjadi lebih baik lagi. Seperti apa kisah selengkapnya dan apa saja yang mereka alami, simak cerpen berikut!
Dari satu ekor kambing itulah nasib mereka berubah dan menjadi lebih baik lagi. Seperti apa kisah selengkapnya dan apa saja yang mereka alami, simak cerpen berikut!
Sulitnya Mencari
Kerja
Cerpen tentang Kehidupan Oleh Irma
“Kalau besar aku ingin menjadi seperti bapak itu, satu hari
bisa mendapatkan 5 ratus ribu”, ucap Kliwon polos ketika mendengar berita di
televisi tentang pengemis kaya. “Hush, sembarangan kamu ini, itu dosa nak,
menerima belas kasihan orang lain kok untuk memperkaya diri, padahal dia kuat”,
ucap Tumini tegas kepada anaknya.
Tumini benar-benar heran dengan berita di TV itu, “kok ada
ya orang mencari kerja seperti itu”, gumamnya dalam hati. Melihat berita
seperti itu Tumini segera menghentikan aktivitasnya, ia kemudian duduk
disamping Kliwon anaknya.
“Bu, kaya guru aku, mengemis itu tidak baik, tapi kenapa
tadi orang tua itu mengemis padahal dia sehat dan kuat?”, tanya Kliwon.
“Ya, kalau masih kuat tentu saja tidak boleh beharap belas kasihan orang seperti itu nak, tidak boleh. Ingat, tangan di atas lebih baik dari pada tangan dibawah, memberi lebih baik dari pada meminta”, ucap Tumini menasehati anaknya.
“Ya, kalau masih kuat tentu saja tidak boleh beharap belas kasihan orang seperti itu nak, tidak boleh. Ingat, tangan di atas lebih baik dari pada tangan dibawah, memberi lebih baik dari pada meminta”, ucap Tumini menasehati anaknya.
Sore itu, Tumini tak habis-habisnya dicecar pertanyaan oleh
Kliwon. Tampak bahwa Kliwon yang sudah mulai menganjak remaja ingin mengetahui
banyak hal terutama yang sering muncul di televisi.
“Sekarang ini, mencari kerja itu tidak mudah nak, maka dari
itu kamu belajar yang rajin agar kamu punya bekal ilmu untuk hidup, jangan
sampai seperti orang yang di TV tadi”, ucap Tumini sambil mengusap rambut
anaknya itu.
Tumini memag sangat menyayangi Kliwon, ia sama sekali tidak
ingin anaknya memiliki kehidupan yang buruk seperti yang ia alami.
Ia ingin anaknya nanti bisa mandiri dan tidak tergantung pada pekerjaan yang diberikan orang lain, seperti suaminya yang saat ini harus selalu bekerja di luar kota.
Ia ingin anaknya nanti bisa mandiri dan tidak tergantung pada pekerjaan yang diberikan orang lain, seperti suaminya yang saat ini harus selalu bekerja di luar kota.
Meski sayang dengan anaknya tapi Tumini tidak pernah terlalu
memanjakan Kliwon. Ia selalu mengajari anaknya agar tidak malas bekerja, ia
selalu memberi contoh dan dengan sabar mengajak anaknya untuk belajar
mengerjakan banyak hal.
Pagi, Kliwon diajari untuk membersihkan halaman dan beberapa
pekerjaan rumah tangga lainnya. Selain itu Kliwon juga dibelikan seekor kambing
domba untuk dipelihara. Selain belajar di sekolah, setiap hari Kliwon juga
harus mencari rumput dan merawat kambing pemberian ibunya.
“Bu, capek, kambingnya di jual saja ya?”, ucap Kliwon
mengeluh.
“Loh, kok dijual, kalau dijual nanti kamu tidak punya
kambing Nak…”, ucap Tumini
“Tapi aku malas mencari rumput-nya bu”, jawab Kliwon
“Tidak boleh malas nak, malas kok dipelihara ya lebih baik
memelihara kambing. Besok kalau kamu sudah besar mencari kerja itu susah jadi
dengan belajar memelihara kambing ini kamu bisa belajar cari uang”, ucap Tumini
menasehati anaknya.
Kliwon kemudian terdiam, meski ia belum begitu bisa menerima
kewajiban berat itu namun akhirnya ia mau terus menjalani kegiatan itu. Sampai
akhirnya, kambing itu memiliki tiga ekor anak.
Tumini yang melihat Kliwon begitu repot mengurus kambing
tersebut pun selalu menyempatkan diri untuk membantu. Dia membantu Kliwon
mencari rumput dan juga membersihkan kandang. “Nak, kambing kamu sekarang sudah
empat, kalau besar nanti mau untuk beli apa?”, ucap Tumini.
“Beli sepeda ya bu?”, ucap Kliwon
“Laa… memang untuk apa sepeda nak? Buat beli kambing lagi
saja”, ucap Tumini
“Ah ibu, sepeda buat cari rumput bu, biar aku bisa dari
rumput lebih banyak, biar kambingku gemuk semua”, ucap Kliwon protes.
Tumini pun tersenyum melihat anaknya yang ternyata bukan
memikirkan kesenangan atau bermain. Setelah beberapa bulan, beberapa anak
kambing pun dijual untuk membeli sepeda bekas.
Benar saja, dengan sepeda itu, Kliwon lebih semangat mencari rumput dan kambing yang dipelihara pun menjadi lebih gemuk dan sehat.
Benar saja, dengan sepeda itu, Kliwon lebih semangat mencari rumput dan kambing yang dipelihara pun menjadi lebih gemuk dan sehat.
Tumini dan Kliwon begitu bahagia karena sekarang mereka
memiliki beberapa kambing yang bisa digunakan untuk kebutuhan hidup mereka. Sampai
saat itu, ayah Kliwon tiba-tiba pulang dari kota.
“Loh, pak, kok sudah pulang, memang pekerjaannya sudah
selesai?”, ucap Tumini heran.
“Iya, bapak kok pulangnya cepat, tidak seperti biasanya?”,
tanya Kliwon tidak mau kalah.
“Iya, bapak pulang…”, jawab Nurdin singkat. Tumini pun
membantu suaminya membawa beberapa barang ke dalam sementara Kliwon menggandeng
ayahnya yang baru pulang tersebut.
Sesampainya di dalam setelah istirahat makan siang Nurdin pun menceritakan kepada istri dan anaknya bahwa ia sudah tidak bisa bekerja lagi di kota.
Sesampainya di dalam setelah istirahat makan siang Nurdin pun menceritakan kepada istri dan anaknya bahwa ia sudah tidak bisa bekerja lagi di kota.
“Sudah tidak ada pekerjaan lagi bu, jadi bapak sudah tidak
pergi ke kota lagi”, ucapnya dengan nada datar. “Waduh pak, la terus bagaimana,
bapak mau kerja apa?”, jawab Tumini
“Entahlah bu, bapak juga bingung”, jawab Nurdin kemudian.
Melihat ayah dan ibunya yang tampak sedih dan bingung
tiba-tiba Kliwon pun berteriak, “bapak sudah tidak usah kerja di kota lagi,
bapak bantu Kliwon saja beternak kambing pak”, ucap Kliwon.
Nurdin pun terkejut dan bingung, “kambing, kambing siapa,
bapak saja tidak bawa uang sama sekali”, ucap Nurdin.
“Kita sudah punya kambing pak, uang terakhir kiriman bapak
kemarin ibu sisakan untuk beli kambing, dan sekarang sudah ada anaknya”, jawab
Kliwon.
“Benar itu Bu?, tanya Nurdin. “Benar pak, kemarin ibu beli
kambing dari uang kiriman bapak”, ucap Tumini sambil tersenyum, “maaf ya pak,
tidak bilang dulu”, lanjut Tumini.
“Alhamdulillah”, ucap Nurdin sambil mengusap muka.
Akhirnya, Nurdin pun menyetujui permintaan anaknya Kliwon
untuk mengurus kambing mereka. Dengan sabar, Tumini dan Kliwon pun ikut
mengurus kambing itu disela-sela kesibukan lain. Akhirnya, berkat Kliwon
kehidupan mereka sekarang menjadi lebih baik dan tidak perlu pusing mencari
pekerjaan kesana-kemari.
--- Tamat ---