Sahabat, Tenanglah di Sisi-Nya, Cerpen tentang Kecelakaan

Contoh Cerpen tentang Kecelakaan Motor - bagaimana jika sebuah kecelakaan tragis diangkat menjadi cerita pendek, pasti seru. Ya, mungkin kita akan merasakan kesedihan yang mendalam. Mungkin kita juga akan ikut menyaksikan langsung bagaimana kejadian mengerikan di jalan raya tersebut. Ah, sebaiknya kita baca saja ceritanya ya.

Sahabat, Tenanglah di Sisi-Nya, Cerpen tentang Kecelakaan

Kendaraan ku dan kendaraan kawan-kawanku melaju di batas kecepatan diluar normal, kami merasa terbang tetapi tidak jua sampai awan. Sementara itu teman-temanku mulai mendahuluiku dengan kecepatan yang lebih tidak wajar lagi, aku membiarkannya dan tetap di belakang mereka.

Terlebih Deni, temanku yang satu ini sangat nekad dia seolah tidak takut mati hingga semua kendaraan yang ada di depannya didahuluinya mengkipun aku sendiri yang menyaksikannya begitu ngeri. Tetapi tidak dengan Deni, dia seolah begitu asyik ketika sudah duduk di atas motor dan memacu motornya.

Sampailah kami semua di jalanan yang lumayan rawan kecelakaan, mungkin karena jalannya yang berkelok-kelok dan naik turun. Tetapi jalan yang rawan kecelakaan ini tidak menjadi halangan untuk Deni untuk terus menambah gasnya, sedangkan aku, Fajri, dan Faisal tetap hati-hati melintasi jalan yang berbahaya ini.

"Den ini jalan rawan kecelakaan, berhati-hatilah" ucapku sambil perlahan menambah gas untuk mengimbangi kecepatan motor Deni.

"Tenanglah Lang, aku akan baik-baik saja, aku suka medan ini" ucap Deni dan meluncur lebih cepat lagi.

"Hey jangan bodoh..!" ucapku tidak sedikitpun dia hiraukan.

Hingga akhirnya aku melihat motor Deni sudah terguling di tengah jalan, aku tidak menyaksikan Deni di sana. Aku turun untuk memastikan apa benar itu motor Deni atau bukan. Dan benar itu motor Deni.

Sementara itu Deni sudah masuk ke luar jalan raya dengan keadaan pendarahan yang begitu parah di kepala dan bagian tubuh. Helemnya lepas hingga akhirnya kepalanya harus beradu dengan kasar dan kerasnya aspal jalanan.

Aku, Rifki, Faisal, dan Fajri segera membawanya Deni yang sudah sekarat itu ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Dia sudah tidak sadarkan diri, aku sangat khawatir bila terlalu lama dibiarkan maka kondisinya akan bertambah parah.

Aku memboncengnya dengan motor sementara Faisal memegangnya dari belakang. Fajri dan Rifki mereka mengikutiku dari belakang.

Sesampainya di rumah sakit petugas rumah sakit begitu sigap menyiapkan alat pembawa pasyien. Hingga akhirnya aku dan Faisal menurunkan Deni dari motor dan membawanya di ruangan ICU untuk mendapatkan perawatan khusus.

Sementara itu Faisal mengurus administrasi sedangkan aku dan kawanku yang lain menunggu di ruang tunggu dengan perasaan yang begitu gelisah. Tidak lama kemudian Faisal bergabung dengan kami setelah selesai mengurus semua keperluan administrasi Deni.

Hingga sejam kemudian, dokter keluar dengan muka kusut seolah ada kabar buruk dari Deni. Aku segera menghampirinya dan berkata,"Bagaimana keadaan Deni dok..?".

"Teman kalian sudah tidak bisa diselamatkan, dan kami sudah berusaha dengan semaksimal mungkin tetapi takdir berkata lain dan teman kalian tidak bisa diselamatkan" ucap dokter dan kemudian pergi.

Aku masuk ke ruangan tersebut dan melihat Deni yang sudah terkujur penuh luka lagi tidak bernyawa. Hati ini begitu sedih padahal baru beberapa menit yang lalau aku masih mengobrol bersamanya.

Hingga tak lama kemudian orang tua Deni datang setelah sebelumnya Rifki yang menghubunginya bahwa Deni mengalami kecelakaan. Perasaan duka mendalam tambah menjadi-jadi ketika ibu Deni tidak sanggup membendung air mata karena melihat anaknya yang sudah terkujur kaku di ruangan ICU.

Jenazah Deni di bawa ke rumah untuk proses pemakaman. Aku dan kawan-kawanku juga beranjak ke rumah Deni untuk melihat proses pemakaman. Rumah sudah di penuhi oleh orang-orang yang berta'ziah, semuanya mengenakan pakaian hitam. Sedangkan di depan rumah juga terpasang bendera kuning.

Usai jenazah selesai di rawat dan disholatkan, jenazah di bawa makam untuk dikubur. Tidak banyak kata yang orang tua Deni katakan selain tangis-tangis dan tangis. Berat memang kehilangan anak kesayangan terlebih Deni adalah anak tunggal yang menjadi anak kesayangan mereka berdua.

Aku di posisi orang tua Deni tentulah akan merasakan hal sama, sedangkan aku sebagai teman Deni juga bisa merasakan kehilangan yang sangat mendalam. Tetapi aku berusaha untuk tegar karena apa yang terjadi kepada Deni dan keluarganya adalah takdir dari tuhan.

Tidak ada yang bisa menolak takdir dari tuhan, karenanya kita adalah mahluk yang lemah. Kejadian yang terjadi kepada Deni aku ambil hikmahnya, dan aku berharap bahwa Deni bisa tenang di sisi-Nya.

Karena sejatinya dia adalah sahabat yang sangat baik untukku dan untuk teman-temanku. Meskipun terkadang dia juga sedikit keras kepala, tetapi bagi kami dia adalah sahabat terbaik kami.

Tubuhnya sudah tertutup rapat oleh tanah, kini kami semua tidak bisa melihat Deni lagi. Kami semua pergi dari pemakaman, sementara itu ibu Deni masih berat melangkahkan kakinya pergi dari pemakaman. 

"Tante ayo tante kita pulang" ucapku kepada ibu Deni yang sedang memeluk patok makam bertuliskan nama Deni.

"Ayolah ma pulang" ucap ayah Deni kepada ibu Deni.
"Saya masih pingin di sini menemani anak saya" ucap ibu Deni sambil tak henti-hentinya menangis.

"Deni sudah pergi ma, ihklaskan dia" ucap ayah Deni.
"Benar tante, Deni sudah tenang di sisi tuhan" ucapku kepada ibu Deni.

Dengan sangat berat ibu Deni meninggalkan anaknya yang sudah terkubur dalam tanah. Ayah Deni memeluk Ibu Deni sambil menenangkannya agar tidak lagi bersedih. Tetapi tetap saja kepergian Deni begitu berat hingga meninggalkan kesedihan yang sangat mendalam bagi ibu Deni.

"Om, Tante, kami mau langsung pamit saja ya" ucapku kepada ayah dan ibu Deni.
"Kalian tidak mau mapir ke rumah dulu" ucap ayah Deni.
"Tidak Om terimakasih" sambil bersalaman.

"Terimakasih ya" ucap ayah Deni.
"Iya Om" ucapku dan kemudian pergi dari pemakaman.

Sebulan berjalan semenjak kepergian Deni hari kami terasa sepi terlebih perasaan duka masih menyelimuti. Sungguh berat memang kehilangan sahabat tetapi apa daya kami semua tidak bisa berbuat apa-apa karena ini merupakan takdir.

"Sepi banged ya gak ada Deni" ucap Faisal yang sedang duduk di dekatku.
"Iya bener Sal, tapi ya sudah sal iklasin saja" ucapku kepada Deni.
"Kalian mau ngopi gak..?" Ucap Rifki
"Boleh itu" jawab kami secara serentak.

Inilah kebiasaan kami ketika berkumpul selalu menghadirkan kopi hitam sebagai teman mengobrol yang sangat setia. 

Bagi kami segelas kopi adalah pemersatu dan perekat dari hubungan kami. Umumnya memang anak muda jaman sekarang selalu menyuguhkan minuman keras sebagai teman ngobrol, tetapi berhung kita semua tidak ada yang minum-minuman keras maka kopilah sebagai gantinya.

Lebih murah, sehat, dan dapat mengembalikan konsentrasi kami sehingga mengobrol menjadi lebih asyik. Tradisi kami sbelum menyeruput kopi, salah satu dari kami selalu berhitung satu sampai tiga sebagai tanda menyeruput kopi. 

Sehingga kami bisa dengan sangat kompak dalam menghasilkan suara seruputan kopi yang keluar dari mulut kami. Dan di situlah keceriaan sederhana terlahir. (Arif Purwanto)

Back To Top